Makvee Story

Travel Enthusiast, Hotel Reviewer, and Food Lovers

  • Home
  • Travel
  • Kuliner
  • Hotel
  • Lifestyle
  • Contact Us

Kalau kamu pikir tantangan terbesar seorang ibu tiga anak itu cuma soal menyuapin balita sambil nyuapin bayi, kamu belum kenal yang namanya  kulit kering ngambekan. Kulit saya, teman-teman, bukan sekadar kering biasa. Ini kulit yang gampang banget drama kalau bukan karena AC, ya karena deterjen, kadang juga karena pikiran (eh iya, stres tuh bisa bikin kulit makin sensi, lho).


Nah, di tengah hidup yang udah kayak sinetron stripping ini, saya akhirnya ketemu jodoh skincare yang bisa diajak kerjasama: Ceradan Ceramide-Dominant Skin Barrier Cream. Namanya emang panjang kayak judul skripsi, tapi efeknya pendek: "menenangkan." Bahkan kulit saya yang biasa ngamuk pun langsung diajak damai.

Cerita Dimulai Saat Wajahku Ngambek
Jadi gini, suatu pagi, saya ngaca dan merasa wajah saya ini udah kayak peta, ada daerah kering, daerah ngelupas, dan daerah merah yang selalu merasa tidak aman. Rasanya tiap kali pakai pelembab, kulit saya cuma kayak “oke, noted” tapi nggak benar-benar sembuh.

Setelah beberapa pencarian penuh doa (dan scroll e-commerce sampai tengah malam), saya nemu Ceradan. Katanya sih ini pelembab dominan ceramide dengan rasio ilmiah 3:1:1—ceramide, kolesterol, dan asam lemak bebas. Bahasa gampangnya, ini kayak trio superhero yang bisa ngebantu bangun kembali pertahanan kulit. Saya langsung mikir, “ya Tuhan, ini dia pasukan Avengers buat kulit saya!”

Tekstur, Rasa, dan Aroma: Lembut Seperti Doa Ibu

Begitu sampai, saya buka tubenya dan langsung senyum. Teksturnya creamy, lembut, tapi nggak lengket. Aromanya? Hampir nggak ada, dan itu saya suka karena kulit sensitif tuh kadang alergi sama pewangi yang niatnya manis tapi hasilnya pahit.

Begitu dioles ke kulit, rasanya... adem. Nggak kayak pelembab yang cuma duduk manis di permukaan, ini tuh kayak langsung masuk ke dalam dan bilang, “Tenang, saya di sini.” Efek lembapnya juga nggak instan ilang. Pagi dipakai, sorenya kulit masih adem, nggak ngelupas, dan nggak merah-merah. Bahkan area yang biasanya pecah-pecah kayak rel kereta api pun mulai mulus pelan-pelan.

Efek Samping? Cuma Bikin Saya Ingin Borong
Sudah dua minggu saya pakai Ceradan dua kali sehari. Hasilnya? Kulit saya nggak hanya kalem, tapi juga lebih plumpy, sehat, dan yang paling penting: nggak rewel. Saya bahkan bisa skip step skincare ribet dan cukup pakai ini sebagai base sebelum sunscreen. Anak saya sampai komentar, “Ibu sekarang mukanya nggak kayak kering musim kemarau.” Terharu.

Untuk ibu-ibu dengan kulit kering, sensitif, atau pernah eksim, ini bisa jadi penyelamat. Kandungannya juga nggak neko-neko. Ada jojoba oil, squalane, linoleic acid, dan tentu aja ceramide. Pokoknya, kaya akan nutrisi tanpa bikin drama.

Apakah Harganya Se-adem Efeknya?
Hmm, saya jujur. Harganya memang nggak masuk kategori “murah meriah di minimarket”. Tapi untuk ukuran pelembab yang beneran works, tahan lama, dan bisa dipakai untuk wajah dan tubuh, saya rasa ini investasi yang masuk akal. Apalagi kalau dibandingkan sama skincare berlapis-lapis yang bikin kulit tambah stres, Ceradan tuh simpel dan efektif.

Ceradan Itu Bukan Sekadar Krim, Tapi Pelukan untuk Kulit
Sebagai ibu tiga anak yang waktunya terbatas dan kulitnya gampang tersinggung, saya merasa. Ceradan adalah penemuan berharga. Bukan cuma menyelamatkan kulit, tapi juga menyelamatkan mood. Karena, jujur aja, kulit yang nyaman itu berpengaruh banget ke kepercayaan diri. Dan perempuan, bahkan setelah punya anak, tetap butuh merasa nyaman dengan dirinya sendiri.

Jadi, kalau kamu sedang mencari pelembab yang bisa diajak kerjasama jangka panjang, bukan yang manis di awal tapi ghosting di tengah jalan, Ceradan bisa jadi pilihan yang sangat bijak. Apalagi buat kamu yang sudah capek ditinggalin sama skincare yang cuma janji.

Sekian review jujur dari ibu yang sudah nggak bisa lagi main-main soal kelembapan kulit. Semoga kulitmu menemukan pelukannya, seperti saya menemukan Ceradan.


Kalau kamu pikir semua kurir hanya datang, tekan bel, dan pergi begitu saja, maka kamu belum kenal Kevin. Pria bertubuh ramping dengan kulit legam terbakar matahari ini sudah menjadi kurir JNE Kupang selama lebih dari lima tahun. Tapi di balik helm dan jaket biru merahnya, tersimpan cerita perjuangan yang kalau boleh dibilang lebih panas dari terik kota Kupang di bulan Mei.

Namanya sering terdengar di basecamp JNE di bilangan Oepura. “Itu Kevin, hafal semua rumah dari Oebobo sampai Lasiana!” kata rekannya, bercampur kagum dan sedikit heran. Bagaimana bisa seorang kurir hafal detail rumah sampai gang-gang kecil di kota yang kadang tidak semua jalan punya nama?

Kevin cuma tersenyum. “Kalau sudah jatuh cinta sama kerjaan, semua jadi kebiasaan,” katanya pelan.

SAT SET DI KOTA KARANG
Kupang bukan kota yang gampang buat kurir. Jalan bisa menanjak curam, rumah-rumah tersebar jauh, belum lagi sinyal GPS yang suka iseng hilang pas lagi buru-buru. Tapi Kevin punya prinsip: jangan pernah bikin penerima paket nunggu. Kalau bisa, sebelum ayam berkokok pun dia udah gas motor Supra Fit-nya.

“Saya anggap tiap paket itu penting. Bisa aja isinya obat orang tua, hadiah ulang tahun anak, atau alat praktik mahasiswa. Siapa saya untuk menunda kebahagiaan orang?” ucapnya, sambil merapikan daftar pengiriman.


Semangat Kevin ini memang #MelesatSatSet. Ia bukan cuma mengantarkan paket, tapi juga connecting happiness menghubungkan harapan satu ke lainnya, tanpa banyak drama. Bahkan ia mengaku pernah mengantar paket ke rumah pelanggan yang keluarganya tengah berduka. “Katanya, paket itu pesanan terakhir dari anaknya yang meninggal,” kenang Kevin, suaranya nyaris bergetar.

NGGAK SEKADAR NGANTAR, TAPI JADI TEMAN
Kevin bukan kurir biasa. Ia juga bisa jadi penerjemah hati. Ada ibu-ibu yang minta tolong dibacakan isi paket, bapak-bapak yang curhat tentang kiriman tak kunjung datang, hingga anak-anak kecil yang nunggu Kevin datang cuma buat lihat dia buka box besar penuh barang.

"Orang Kupang tuh hangat. Mereka cepat akrab. Kadang saya dikasih air, diajak duduk, malah ada yang suruh makan siang dulu sebelum lanjut kirim. Itu yang bikin saya betah," ujar Kevin sambil tertawa.

Tak heran kalau pelanggan Kevin hafal betul wajah dan motornya. Bahkan ada yang bilang, “Kalau JNE kirimnya bukan Kevin, rasanya kurang lengkap.”

JNE: LEBIH DARI SEKADAR JASA KIRIM
Dalam ulang tahun ke-34 ini, JNE membawa semangat baru lewat tema “Melesat Sat Set: Inspirasi Tanpa Batas”. Sosok seperti Kevin jadi bukti bahwa JNE bukan sekadar urusan logistik, tapi tentang semangat pelayanan yang sepenuh hati. Dari kantor pusat Jakarta sampai ke sudut kota Kupang, spirit #JNE34Tahun terus mengalir tanpa henti.

Dengan dukungan sistem tracking yang semakin canggih, layanan JTR dan YES yang makin luas jangkauannya, serta SDM seperti Kevin yang bekerja dari hati, JNE membuktikan bahwa connecting happiness bukan sekadar slogan, tapi napas hidup perusahaan ini.

INSPIRASI TANPA BATAS DI JALAN-JALAN KUPANG
Kevin hanyalah satu dari ribuan kurir JNE di seluruh Indonesia. Tapi dari kisahnya, kita belajar bahwa inspirasi tak harus berasal dari hal besar. Kadang, ia datang dari tawa anak kecil yang menerima boneka pesanannya tepat waktu, atau dari seorang ibu yang tersenyum karena obat dari anaknya sampai sebelum malam.

Itulah arti dari melesat sat set., melayani dengan gesit, sigap, dan sepenuh hati.

Terima kasih Kevin. Terima kasih JNE.
Karena di setiap paket, tersimpan harapan. Dan dalam setiap pengantaran, ada cinta yang diam-diam ikut dibonceng.

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas


Ibuku bukan orang yang suka ngomong bertele-tele. Kalau ada satu kalimat yang sering ia ulang sejak aku masih bau kencur sampai sekarang sudah punya anak sendiri, itu adalah:

“Kalau kamu punya anak, penuhi dulu sandang, pangan, papan. Lain-lain nanti belakangan.”

Buat sebagian orang mungkin itu terdengar terlalu sederhana. Tapi bagi ibu, itu prinsip hidup. Bukan sekadar check list Kebutuhan Dasar Manusia versi buku pelajaran SD. Bagi beliau, ini soal tanggung jawab, soal kesiapan mental, dan yang paling penting, soal kemanusiaan.

Sandang.


Bahasa gampangnya: kasih anak baju yang layak. Yang nyaman dipakai, yang nggak bikin gatal-gatal, dan yang bisa bikin anak lari-lari tanpa kesrimpet. Bukan berarti harus mahal atau branded. Tapi anak juga manusia, bukan figuran sinetron zaman dulu yang bajunya bolong di satu titik sebagai simbol “kemiskinan”. Jangan dikira anak kecil nggak bisa merasa minder. Mereka ngerti kok, mana baju yang sekadar nutup tubuh dan mana yang dikasih dengan penuh perhatian.

Pangan.


Nah ini yang kadang jadi ranjau darat. Ibu pernah bilang, “Kalau kamu bisa beli kuota internet 100 ribu, masa buat beli telur aja nggak bisa?” Makanan bergizi itu bukan soal mahal, tapi soal niat. Niat ngurus anak, bukan sekadar numpangin tumbuh. Apalagi sekarang isu stunting udah kayak hantu keliling Indonesia. Jangan sampai anak kita kekurangan gizi, tapi kita tetap nyantai scroll TikTok sambil makan ciki. Miris.




Dan yang paling bikin ibu geleng-geleng, itu orang tua yang tahu anaknya stunting tapi masih denial. “Anaknya aktif kok, nggak apa-apa,” katanya. Padahal aktif itu bukan indikator tunggal, Bu. Tolong jangan pakai logika: “Anak saya pendek tapi gesit kok.” Gesit bukan ganti rugi gizi.

Papan.

Yang ini juga sering disalahpahami. Bukan berarti harus punya rumah sendiri, atau dinding rumahnya harus pakai wallpaper Korea. Tapi bagaimana menciptakan ruang yang nyaman buat anak tumbuh. Sekecil apapun rumah, kalau suasananya adem, anak bisa tumbuh bahagia. Rumah itu bukan sekadar bangunan, tapi tempat di mana anak merasa paling aman. Paling dicintai. Nggak harus besar, tapi harus hangat.

Sekarang, setelah punya anak sendiri, baru aku ngerti maksud ibu dulu.

Bahwa punya anak itu bukan pencapaian, tapi perjalanan. Dan bukan perjalanan sebentar. Ini long trip seumur hidup, tanpa opsi pulang-pergi. Jadi wajar kalau ibu dulu keras karena dia tahu: yang main-main di awal, biasanya tumbang di tengah jalan.

Jadi buat kamu yang baru mulai atau masih mikir-mikir, ingat baik-baik:
Sandang. Pangan. Papan.
Tiga hal sederhana, yang sering dianggap remeh padahal di situlah letak cinta yang paling nyata.
Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

A Travel Enthusiast, Hotel Reviewer, and Food Lovers. Terima kasih sudah berkunjung ke dunia kecil Makvee.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Review Jujur Sate Ratu (Sate Kanak dan Sate Merah)
  • Review YATS Colony Jogja
  • Review Jujur Le Mindoni Cafe
  • Review Jujur Staycation di The Alana Malioboro Hotel
  • Blogging: Mesin Waktu Paling Personal yang Pernah Aku Miliki
  • SAT SET BERSAMA KEVIN: CERITA PERJUANGAN SEORANG KURIR JNE DI UJUNG TIMUR INDONESIA
  • Sandang, Pangan, Papan: Tiga Serangkai Wasiat Ibu
  • Review Lilmunch: Enak, Tapi Dompet Meringis
  • Ceradan dan Drama Kulit Keringku: Review Ibu Tiga Anak yang Kulitnya Nggak Bisa Diajak Kompromi
  • Luna Maya, Maxime, dan Harapan Kami: Catatan dari Ibu Tiga Anak yang Sudah Lelah Jadi Tumbal Patriarki

Categories

Travel Kuliner hotel Travelling hotel review Hotel Jogja

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • Juni 2025 (1)
  • Mei 2025 (5)
  • April 2025 (3)
  • Maret 2025 (13)
  • Mei 2024 (2)
  • April 2024 (1)
  • Maret 2024 (2)
  • Januari 2024 (1)
  • November 2023 (1)
  • Oktober 2023 (1)
  • September 2023 (2)
  • Mei 2023 (2)
  • April 2023 (1)
  • Maret 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Agustus 2022 (2)
  • Juni 2022 (2)
  • April 2022 (31)
  • Maret 2022 (5)
  • Februari 2022 (2)
  • Desember 2021 (1)
  • Juni 2021 (1)
  • Mei 2021 (3)
  • April 2021 (2)
  • Maret 2021 (2)
  • Februari 2021 (4)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (8)
  • November 2020 (3)
  • Oktober 2020 (3)
  • September 2020 (3)
  • Agustus 2020 (1)
  • Mei 2020 (1)
  • Maret 2020 (2)
  • Februari 2020 (7)
  • Januari 2020 (1)
  • Desember 2019 (2)
  • November 2019 (3)
  • Oktober 2019 (2)
  • Agustus 2019 (4)
  • Juli 2019 (5)
  • Juni 2019 (10)
  • Mei 2019 (27)
  • April 2019 (5)
  • Maret 2019 (2)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • Desember 2018 (5)
  • November 2018 (1)
  • Oktober 2018 (2)
  • September 2018 (2)
  • Agustus 2018 (2)
  • Juni 2018 (2)
  • November 2017 (1)
  • Mei 2017 (1)
  • Februari 2017 (2)
  • September 2016 (1)
  • Februari 2016 (1)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (2)
  • Mei 2015 (4)
  • November 2014 (1)
  • Oktober 2014 (1)

Komunitas Blogger Jogja

Komunitas Blogger Jogja

BLogger Perempuan Network

BLogger Perempuan Network

Komunitas Emak Blogger

Komunitas Emak Blogger

Popular

  • Review Jujur Sate Ratu (Sate Kanak dan Sate Merah)
    Yummmmy Senja menyapa perutpun berbunyi, tanda tubuh bahwa saatnya makan. Teringat sate favorit yang berada di area Jogja Paradise. Cu...
  • Review Jujur Le Mindoni Cafe
    Hi Nongkrongers? Apa kabar? Aku harap kalian baik dan sehat ya. Sebagai high quality single, Makvee pasti sangat selow dan woles ka...

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template