Sadar HKSR bersama Tenggara Youth Community


Akhir-akhir dibuat menghela nafas lebih panjang dan mengelus dada karena berita yang muncul seperti penemuan jenazah bayi, penggerebekan tempat aborsi, hingga kematian ibu melahirkan. Berita seperti ini membuat saya yang seorang ibu menjadi sedih. 

Menjadi pertanyaan besar di otak saya bagaimana bisa seorang ibu yang sudah mengandung anak dari rahimnya kemudian ketika lahir dibuang begitu saja. Apakah tidak terberat rasa cinta pada anaknya. Duh menulis ini saja hari saya tersayat dan ingin menangis.
Kalau boleh saya beropini, akar dari ini semua adalah pentingnya sejak usia remaja atau di usia yang cukup mengetahui dengan baik mengenai kesehatan reproduksi.

Masa remaja adalah periode perkembangan manusia. Masa remaja ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak – kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, psikologis, dan social. Usia remaja dimulai sejak usia 10 -13 tahun dan berakhir pada usia 18 – 22 tahun. Mengutip dari WHO, remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara berangsur- angsur mencapai kematangan seksual dan mengalami perubahan jiwa. Perubahan jiwa ini dari jiwa anak-anak menjadi dewasa. Pada masa inilah manusia mengalami perubahan keadaan ekonomi dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. 

Ada dua aspek pokok dalam perubahan pada remaja, yakni perubahan fisik atau biologis dan perubahan psikologis.

Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat dan biasanya disebut pubertas. Perubahan yang cepat itu membuat terjadinya perubahan fisik yang dapat diamati seperti pertambahan tinggi dan berat badan yang biasa disebut pertumbuhan, dan adanya kematangan seksual sebagai hasil perubahan hormonal.
Fokus tentang kematangan seksual. Kematangan seksual ini berkaitan juga dengan perilaku seksual. Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Secara umum terdapat 4 (empat) faktor yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Faktor Sosial ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan mengenai perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil
2. Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan reproduksi, keyakinan banyak anak banyak rejeki, dan informasi yang membingungkan anak dan remaja mengenai fungsi dan proses reproduksi
3. Faktor psikologis, keretakan orang tua akan memberikan dampak pada kehidupan remaaj, depresi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormonal
4. Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi, dan sebagainya
Diawal tadi saya sudah menyebutkan beragam masalah yang  timbul akibat mengabaikan kesehatan reproduksi. Masalah ini ada akibat kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi sehingga menyebabkan Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD), aborsi, perkawinan dan pernikahan dini, IMS atau PMS dan HIV/AIDS (Marmi, 2013).  Mengutip dari data PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Tengah tahun 2010, remaja yang berhubungan seksual pra nikah sebanyak 863 orang, hamil pra nikah 452 orang, Infeksi menular seksual 283 orang, masturbasi 337 orang, aborsi 244 orang. Kasus ini meningkat dari tahun 2009 dimana kasus remaja yang berhubungan seksual pra nikah 765 orang, hamil pra nikah 367 orang, infeksi menular seksual 275 orang, masturbasi 322 orang, aborsi 166 orang (PILAR PKBI, 2010)

Long story short, saat saya berada di Kupang NTT banyak sekali terjadi KTD walaupun memang banyak yang selesai dengan adanya nikah adat dulu tapi bagi saya bukan hanya masalah pertanggungjawabannya namun soal bagaimana kita sebagai manusia mengelola perilaku seksual kita. 

Ada 1 tokoh perempuan yang saya kagumi. Dia adalah Mariana Yunita Hendriyani Opat atau akrab dipanggil Tata. Perempuan tangguh 1 ini adalah sosok wanita dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhasil mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Award dari Astra Indonesia. Mariana Yunita Hendriyani Opat banyak melakukan edukasi kesehatan seksual reproduksi untuk kalangan anak-anak dan remaja di NTT.

Meskipun Tata tidak memiliki latar belakang pendidikan tentang Kesehatan reproduksi, Tata memiliki motivasi yang kuat untuk bergerak mengenai  isu-isu Hak-hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR). Hal ini karena sebagai perempuan ia masih melihat masih adanya "tembok tabu" bagi anak-anak atau remaja untuk sharing perkara kesehatan seksual dengan orang tuanya.

Saya sendiri banyak mengamati bahwa orang tua di NTT masih sangat jarang memberikan edukasi seksualitas untuk anaknya terkait perubahan-perubahan fisik yang terjadi saat masa puber. Selain itu, dari banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi,  penyintas atau korban bingung harus melaporkan ke mana terkait hal yang menimpanya.

Karena kegigihannya dan banyak yang mendukung niat baik Tata. Pada tahun 2016, ia bersama salah seorang temannya memutuskan membentuk sebuah komunitas yang ia bernama Tenggara Youth Community. Tata berperan sebagai founder sekaligus penasihat. Tujuan dari didirikannya komunitas ini adalah keinginan besar Tata dan teman-teman yang senasib agar bisa menjadi tempat bagi penyintas pelecehan seksual untuk bercerita sekaligus juga untuk memberikan sosialisasi terkait isu-isu HKSR sebagai "perlindungan" agar bisa terhindar dari kekerasan seksual. 

Tata pun bercerita kalau pencapaian terbaiknya adalah ketika berhasil menekan tradisi Sifon di Pulau Timor.  Ada tradisi unik yang dinamakan Sifon. Sifon adalah tradisi sunat untuk remaja laki-laki yang dilakukan secara tradisional. Sifon dilakukan oleh seorang dukun khusus dengan alat bambu. Kemudian, setelah dilakukan sunat dengan bambu tersebut, saat penisnya masih berdarah, laki-laki yang baru saja sunat  diharuskan melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sudah disiapkan oleh dukun tersebut. Hal ini bertujuan untuk meredakan rasa nyeri.


Tradisi ini memang masih dilakukan dalam jumlah yang tidak begitu banyak, namun menjadi salah satu pemicu meningkatnya kasus HIV/AIDS di wilayah Pulau Timor. Tata bersama Tenggara Youth Community tergerak untuk melakukan sosialisasi kepada warga di Pulau Timor untuk menekan pelaksanaan tradisi Sifon ini. Dan hasilnya banyak pemuda yang kemudian memilih melakukan sunat dengan prosedur medis yang baik tanpa perlu melakukan sifon.

Sebagai perempuan saya benar-benar standing applause untuk Tata dan komunitasnya yang dengan berani menyuarakan HKSR di Pulau Timor dengan segala hambatannya. Semoga semakin banyak perempuan yang berdaya guna bagi lingkungan sekitarnya. Perempuan berdaya perempuan berjaya.

0 comments