Makvee Story

Travel Enthusiast, Hotel Reviewer, and Food Lovers

  • Home
  • Travel
  • Kuliner
  • Hotel
  • Lifestyle
  • Contact Us

Kalau dengar kata “operasi” atau “biopsi”, biasanya langsung yang terbayang adalah hal-hal mengerikan: ruang operasi putih dingin, bau steril, suster dengan alat-alat tajam, dan kita rebahan pasrah kayak di serial NETFLIX

Tapi kenyataannya, pengalaman eksisi biopsi yang saya jalani… ternyata nggak se-menyeramkan itu. Serius. Saya malah bisa bilang ini salah satu titik hidup yang bikin saya belajar banyak hal, termasuk soal ketenangan, ketetapan hati, dan ya tentu saja: syukur yang nggak habis-habis.

BIRADS 4A: Bukan Vonis, Tapi Petunjuk
Semuanya bermula dari hasil USG yang menunjukkan kode “BIRADS 4A”. Buat yang belum tahu, ini bukan nomor antrean BPJS atau ukuran bra. BIRADS 4A itu artinya: “Lesi ini dicurigai jinak, tapi kita harus pastikan dengan biopsi.”

Awalnya deg-degan. Saya googling sana-sini, lalu malah tambah panik karena ketemu forum-forum yang isinya dramatis semua. Tapi pelan-pelan saya sadar: kecemasan itu sering datang bukan dari fakta, tapi dari imajinasi kita sendiri yang kebablasan. 

Kata filsuf Stoik Epictetus, 

“Bukan kejadian itu sendiri yang menyakiti kita, tapi tafsiran kita tentang kejadian itu."

Jadi saya mantap. Oke, biopsi jalan terus.

Sedikit tentang biopsi 
Ini adalah jenis-jenis biopsi, khususnya yang sering digunakan untuk mendeteksi kelainan di payudara seperti FAM atau saat BIRADS 4A, tapi bisa juga berlaku umum untuk organ lain.

1. Fine Needle Aspiration (FNA)
Ciri-ciri:
Jarum kecil dan tipis (seperti jarum suntik)
Mengambil cairan atau sedikit sel
Tidak pakai sayatan
Cepat, minim rasa sakit
➕ Kelebihan:
Praktis, bisa dilakukan di klinik
Nyaris tanpa bekas
➖ Kelemahan:
Kadang hasilnya kurang akurat (sulit membedakan jinak/ganas), Bisa perlu biopsi lanjutan

2. Core Needle Biopsy (CNB)
Ciri-ciri:
Jarum lebih besar, ambil potongan jaringan (bukan hanya sel)
Biasanya dibantu USG untuk presisi
Dilakukan dengan bius lokal
Bisa dilakukan rawat jalan
➕ Kelebihan:
Lebih akurat dari FNA
Jaringan cukup untuk analisis lengkap (termasuk imunohistokimia)
➖ Kelemahan:
Bisa meninggalkan memar ringan
Ada rasa tidak nyaman singkat

3. Vacuum-Assisted Biopsy (VAB)
Ciri-ciri:
Menggunakan alat hisap (vakum) untuk ambil jaringan lebih banyak
Tetap pakai jarum, tapi lubangnya besar
Kadang bisa mengangkat seluruh benjolan kecil (<2 cm)
➕ Kelebihan
Lebih banyak jaringan → hasil lebih akurat
Bisa lebih bersih, kadang tidak perlu eksisi lagi
 ➖ Kelemahan:
Lebih mahal
Tidak semua RS punya alat ini

4. Eksisi Biopsi (Operasi Pengangkatan Benjolan)
Ciri-ciri:
Dilakukan oleh dokter bedah
Benjolan diangkat seluruhnya (atau sebagian besar)
Jaringan dikirim ke Patologi Anatomi
➕ Kelebihan:
Diagnosis dan terapi sekaligus
Tidak ada jaringan tersisa untuk dicurigai lagi
➖ Kelemahan:
Perlu sayatan kecil → bekas luka
Bisa butuh bius total/lokal tergantung kondisi

5. Incisional Biopsy (Jarang untuk payudara)
Hanya sebagian kecil jaringan diambil, bukan seluruh benjolan
Umumnya untuk lesi besar di area lain (kulit, otot, organ dalam)

Nah karena saya Eksisi Biopsi maka saya dapat Bius Total.

Hari H: Bius Total, Tidur Pulas, Bangun Kliyengan
Pagi hari jam 8 saya masuk ruang operasi. Prosedurnya eksisi biopsi alias benjolan diambil sekalian. Karena cukup besar ukurannya, dokter menyarankan bius total. Jujur, awalnya saya takut. Tapi begitu masuk ruang bedah, saya malah tenang. Mungkin karena sudah pasrah dan doa udah ditabung sejak malam sebelumnya.

Lalu semuanya gelap.
Saya bangun sekitar jam 11. Masih agak kliyengan, kayak habis mabuk laut padahal nggak naik kapal. Kepala muter-muter dikit, dan mualnya… yaa, 7 dari 10 lah. Tapi ternyata itu efek normal dari bius total. Suster yang jaga juga sigap, jadi saya merasa aman dan terurus.

Dan yang paling melegakan: nggak ada rasa sakit luar biasa kayak yang dibayangkan.

Spesimen Masuk Tabung Formalin
Pas saya sudah agak sadar, suster menunjukkan "si benjolan" yang berhasil diangkat. Ukurannya nggak main-main. Masuk ke tabung kecil berisi cairan formalin, lengkap dengan label nama dan barcode.

Nantinya jaringan ini akan dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi, alias dicek benar-benar di bawah mikroskop: ini jinak atau ganas? Tapi saat itu saya sudah tenang. Karena proses paling penting sudah dilewati.


Setelah Operasi: Luka, Tapi Bukan Duka
Satu hari pasca operasi, tentu ada rasa nyeri dan kaku di bagian bekas sayatan. Tapi semuanya tertangani dengan baik. Minum obat sesuai anjuran, istirahat cukup, dan yang terpenting: pikiran tenang.

Saya bersyukur luar biasa. Bukan hanya karena prosedurnya berjalan lancar, tapi juga karena saya dikelilingi orang-orang yang mendukung dengan doa dan semangat. Bahkan senyum para suster pun terasa menyembuhkan.

Di titik ini, saya benar-benar paham: kadang Tuhan memang kasih jalan yang bikin kita takut dulu, tapi ternyata isinya pelajaran dan penguatan.

Jangan Takut Biopsi: Pengetahuan itu Menyelamatkan
Kalau kamu sedang menghadapi hasil BIRADS atau disarankan biopsi, jangan buru-buru takut. Justru ini adalah cara terbaik untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi di tubuhmu. Menunda atau menolak hanya akan membuat bayang-bayang lebih besar dari kenyataan.

Dan ingat lagi kata Marcus Aurelius, filsuf Stoik kesayangan saya:
“You have power over your mind not outside events. Realize this, and you will find strength.”

Atau kalau mau diterjemahkan ala emak-emak 
“Yang penting kita tenang. Yang ribet-ribet serahin ke Tuhan dan dokter.”
Sepotong Luka, Sepenuh Syukur
Eksisi biopsi ini adalah luka kecil dengan makna besar. Bukan cuma soal benjolan yang diangkat, tapi juga soal beban batin yang pelan-pelan ikut terangkat. Ini bukan akhir, tapi awal dari hidup yang lebih sadar lebih memperhatikan tubuh, dan lebih menerima apa pun takdir Tuhan dengan lapang dada.


Tanggal 22 Juni itu muncul perasaan aneh waktu aku lagi mandi. Ada benjolan kecil di payudara kanan. Tidak sakit. Tapi jelas bukan hal yang biasanya ada di situ. Sebagai manusia yang punya anak tiga dan waktu tidur terbatas, instingku berkata: “Ini nggak bisa di-skip.”

Jadilah aku SADARI (Periksa Payudara Sendiri). Dan tiga hari kemudian SADANIS (Periksa Payudara Klinis) ke Faskes 1. Dokter yang meraba saya laki-laki ketika meraba sebentar mukanya campuran antara panik dan khawatir, lalu langsung mengangkat wajah dan berkata seperti di serial Netflix

“Saya kasih surat rujukan ya. Ini sebaiknya ke dokter bedah onkologi di RSUP.”

Bayanganku tentang "mungkin cuma kelenjar susu lagi aktif" langsung didepak keluar oleh suara tegas dokter. Di titik itu, aku mulai mengaktifkan mode: Tenang tapi panik dalam hati. 

Seminggu kemudian, di RSUP. Parabaan ulang, USG, dan kontrol. Awalnya sang dokter bilang, “Kayaknya ini BIRADS 3 ya, masih bisa kita pantau.” Tapi pas hasil USG keluar, ternyata resmi jadi BIRADS 4A.

Apa itu BIRADS 4A?

BIRADS sendiri itu singkatan dari Breast Imaging Reporting and Data System semacam sistem kasta untuk klasifikasi hasil imaging payudara. Kalau BIRADS 1 itu kayak laporan nilai anak TK yang bilang “Semuanya baik dan ceria”, maka BIRADS 4A itu kayak guru bilang:

 “Anaknya baik, tapi kami curiga sedikit. Bisa jadi nggak papa, tapi kami perlu panggil orang tua.”

Subkategori BIRADS 4 dibagi tiga:
Kalau dengan bahasa sederhana bisa saya tulis begini
4A: Curiga sedikit (risiko kanker 3–10%)
4B: Curiga sedang (10–50%)
4C: Curiga lumayan banget (risiko kanker tinggi 50–95%)

Jadi, di tengah semua kategori ketidakpastian, BIRADS 4A ini posisinya kayak... dosen killer yang tiba-tiba bilang:
“Nilai kamu 60. Saya kasih kesempatan revisi ya. Tapi saya pantau.”

Lalu apa kata dokter?
“Kami curiga sedikit, tapi belum bisa memastikan. Kita perlu cek jaringannya langsung agar tidak kecolongan.”

Kalimat itu terdengar kalem, tapi di kepala udah muncul kata: biopsi. Bukan karena aku takut jarum atau ruang operasi. Tapi karena kata “cek jaringan” itu bukan kalimat sehari-hari. Itu kata yang biasa muncul di dialog drama Korea yang bertema kedokteran 

Jadi gimana rasanya sekarang?
Sebenarnya aku sudah sampai di titik di mana aku nggak lagi mengandalkan tenang palsu. Aku bukan sok kuat. Tapi lebih ke: aku ibu dari tiga anak balita. Kalau aku tumbang, siapa yang pesenin isi ulang galon? Siapa yang suapin anakku dan masakin anakku.

Ada kekuatan aneh yang muncul waktu tahu kamu nggak bisa kontrol hasil, tapi kamu bisa pilih: terus maju atau tenggelam di ketakutan. Aku pilih yang pertama.

Apa yang kupelajari dari benjolan ini?
Bahwa tubuh kita tuh sebenarnya baik banget. Dia kasih sinyal. Dia nggak langsung lempar bom besar, dia kirim pesan pelan-pelan. Dan kadang, kita baru dengerin kalau sudah muncul bentuk nyata kayak benjolan ini.

Maka BIRADS 4A buatku bukan hukuman. Dia adalah kode alam semesta:

 “Hey, kamu udah capek. Sekarang giliran kamu periksa dan peduli diri sendiri.”

Aku belajar dari stoikisme:

“Kita tidak bisa memilih peristiwa, tapi kita bisa memilih sikap terhadap peristiwa itu.”  Epictetus

Jadi, hari ini aku memilih pasrah yang aktif. Bukan pasrah pasif yang cuma pasrah ke langit tanpa jalan ke rumah sakit. Tapi pasrah versi:

 “Tuhan, saya jalanin. Tapi nanti bantuin ya ngasih hasil yang ringan-ringan aja.”

Kalau nanti biopsi bilang ini cuma fibroadenoma atau papiloma jinak Puji Tuhan Sujud Syukur. Kalau amit-amit lain, ya sudah. Berarti ini fase baru. Dan aku akan hadapi. Karena hidup memang bukan soal apa yang terjadi, tapi bagaimana kita terus bernapas dan bergerak... walau gemetar.

Dan kamu tahu? Ternyata aku bisa juga jadi orang yang berani menghadapi ketidakpastian. Tanpa banyak drama. Tapi tetap boleh nangis di kamar mandi.

Buatmu yang juga perempuan...
Jangan anggap remeh tubuhmu. Benjolan kecil bisa jadi pesan besar. Jangan tunda untuk meraba, memeriksa, bertanya, dan bertindak. Jangan nunggu sakit untuk sayang sama tubuh sendiri.

Karena peduli itu bukan soal panik. Tapi soal cinta. Dan semoga cinta itu cukup kuat untuk bikin kita berani periksa, bahkan kalau jawabannya belum tentu menyenangkan.

Ini bukan cerita sedih. Ini cerita sadar. Cerita tentang keberanian yang tumbuh... dari benjolan kecil di hari yang biasa saja.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

A Travel Enthusiast, Hotel Reviewer, and Food Lovers. Terima kasih sudah berkunjung ke dunia kecil Makvee.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Review YATS Colony Jogja
  • Review Jujur Staycation di The Alana Malioboro Hotel
  • Review Jujur Le Mindoni Cafe
  • Review Jujur Sate Ratu (Sate Kanak dan Sate Merah)
  • Blogging: Mesin Waktu Paling Personal yang Pernah Aku Miliki
  • Laptop Tipis, Performa Ganas: ASUS Zenbook dan Revolusi Emak Produktif di Era AI
  • Ceradan dan Drama Kulit Keringku: Review Ibu Tiga Anak yang Kulitnya Nggak Bisa Diajak Kompromi
  • BIRADS 4A: Antara Panik, Pasrah, dan Pura-Pura Tenang
  • Review Lilmunch: Enak, Tapi Dompet Meringis
  • Pengalaman Eksisi Biopsi: Ternyata Nggak Seseram Itu, Hanya Mabuk Bius

Categories

Travel Kuliner hotel Travelling hotel review Hotel Jogja

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

  • Agustus 2025 (2)
  • Juli 2025 (1)
  • Juni 2025 (1)
  • Mei 2025 (5)
  • April 2025 (3)
  • Maret 2025 (13)
  • Mei 2024 (2)
  • April 2024 (1)
  • Maret 2024 (2)
  • Januari 2024 (1)
  • November 2023 (1)
  • Oktober 2023 (1)
  • September 2023 (2)
  • Mei 2023 (2)
  • April 2023 (1)
  • Maret 2023 (1)
  • Januari 2023 (1)
  • Agustus 2022 (2)
  • Juni 2022 (2)
  • April 2022 (31)
  • Maret 2022 (5)
  • Februari 2022 (2)
  • Desember 2021 (1)
  • Juni 2021 (1)
  • Mei 2021 (3)
  • April 2021 (2)
  • Maret 2021 (2)
  • Februari 2021 (4)
  • Januari 2021 (2)
  • Desember 2020 (8)
  • November 2020 (3)
  • Oktober 2020 (3)
  • September 2020 (3)
  • Agustus 2020 (1)
  • Mei 2020 (1)
  • Maret 2020 (2)
  • Februari 2020 (7)
  • Januari 2020 (1)
  • Desember 2019 (2)
  • November 2019 (3)
  • Oktober 2019 (2)
  • Agustus 2019 (4)
  • Juli 2019 (5)
  • Juni 2019 (10)
  • Mei 2019 (27)
  • April 2019 (5)
  • Maret 2019 (2)
  • Februari 2019 (2)
  • Januari 2019 (1)
  • Desember 2018 (5)
  • November 2018 (1)
  • Oktober 2018 (2)
  • September 2018 (2)
  • Agustus 2018 (2)
  • Juni 2018 (2)
  • November 2017 (1)
  • Mei 2017 (1)
  • Februari 2017 (2)
  • September 2016 (1)
  • Februari 2016 (1)
  • Agustus 2015 (1)
  • Juli 2015 (1)
  • Juni 2015 (2)
  • Mei 2015 (4)
  • November 2014 (1)
  • Oktober 2014 (1)

Komunitas Blogger Jogja

Komunitas Blogger Jogja

BLogger Perempuan Network

BLogger Perempuan Network

Komunitas Emak Blogger

Komunitas Emak Blogger

Popular

  • Review Jujur Sate Ratu (Sate Kanak dan Sate Merah)
    Yummmmy Senja menyapa perutpun berbunyi, tanda tubuh bahwa saatnya makan. Teringat sate favorit yang berada di area Jogja Paradise. Cu...
  • Review Jujur Le Mindoni Cafe
    Hi Nongkrongers? Apa kabar? Aku harap kalian baik dan sehat ya. Sebagai high quality single, Makvee pasti sangat selow dan woles ka...

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template