Lorong antara Poli Onkologi dan Poli Urologi di RSUP Ben Mboi itu sempit. Tapi siapa sangka, justru di sanalah ruang paling luas buat cerita, tawa, dan filosofi hidup yang entah bagaimana lebih menenangkan daripada nasihat dokter.
Hari itu, saya duduk menunggu antrean onkologi. Tiba-tiba dari arah kanan, muncul dua bapak-bapak. Satunya agak gendut, satunya lagi pakai pakaian dinas TNI. Mereka berdua duduk seperti sudah langganan, padahal mereka baru kenal tadi pagi.
“Nama saya Yusuf, dari Alor,” kata bapak tambun, dengan logat yang membuat kata “ginjal” terdengar lucu
“Sudah tiga kali saya operasi ginjal. Yang paling saya ingat itu operasi malam Natal. Dokter-dokter kayaknya buru-buru, mungkin mau misa malam,” katanya sambil ngakak, seperti menceritakan pengalaman nonton konser, bukan operasi besar.
Saya yang duduk di sebelah mereka hanya senyum-senyum di balik masker saya.
Bapak satunya, yang ternyata sedang antri di Poli Urologi juga, menimpali, “wah jangan jangan nanti kita operasi pas orang tarik bendera. Orang lain tarik bendera, kita di rumah sakit ditarik batu ginjalnya"
Ketawa pun pecah di lorong sempit itu. Sampai perawat yang lewat pun senyum-senyum, mungkin heran, ini lorong rumah sakit atau acara stand up comedy.
Pak Yusuf lalu cerita soal operasi ginjalnya yang ketiga. Katanya, waktu itu dia belum sadar penuh dari bius, tapi langsung bangun dan tanya, “Sudah Natal kah, suster?”
“Belum, Pak. Ini baru jam 11 malam,” jawab suster.
“Oh berarti masih bisa doa malam terakhir sebelum batu ginjal saya resmi dikeluarkan,”
Yang bikin saya terharu adalah, mereka cerita semuanya sambil ketawa. Seolah-olah sakit itu bukan musibah, tapi oleh-oleh dari hidup yang bisa diceritain sambil ngopi.
“Sakit ini, bu,” katanya sambil melihat saya, “bukan untuk ditangisi. Tuhan taruh ini di pundak saya karena Dia tahu, saya bisa bawa sambil jalan saja"
Saya cuma bisa mengangguk. Lidah saya tercekat. Padahal niat awal mau curhat tentang hasil biopsi, eh malah diajak stand-up dadakan sama dua bapak yang lebih lucu dari acara TV mana pun.
Lalu saya teringat kata-kata Marcus Aurelius, filsuf Stoik yang mungkin kalau hidup sekarang, bakal jadi teman nongkrong Pak Yusuf:
“Don’t hope for a life without problems. Instead, pray for the strength to endure them with grace.”
Atau dalam bahasa Pak Yusuf:
“Kalau Tuhan kasih ginjal rusak, ya kita benerin. Kalau nggak bisa dibenerin, ya kita ganti. Tapi tetap kita ketawa. Masa iya urus ginjal terus, senyum nggak?”
![]() |
Selfie ala Ibu2 |
Di lorong sempit antara dua poli ini, saya belajar bahwa kadang obat terbaik bukan antibiotik atau analgesik. Tapi cerita dan dua bapak-bapak lawak yang ngajarin saya bahwa hidup, bahkan yang sakit sekalipun, masih bisa lucu.
0 comments