Dari Pandemi Kita Belajar Waktu Paling Mulia untuk Kembali Mencintai Bumi

Maret 2 tahun lalu, ya 11 Maret 2022 adalah ulang tahun virus yang telah membersamai kita, membuat gerak kita terbatas, membuat kita takut, ragu, dan bertanya tentang apa yang terjadi. Saya ingat ketika Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) telah menyatakan wabah Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Dunia menjadi semakin waspada dengan memaksimalkan penanganan Covid-19 melalui berbagai cara.

Salah satu yang mendasari penetapan pandemi kala itu adalah penyebaran Covid-19 yang begitu massif dan telah merambah ke lebih dari 110 negara dengan lebih dari 100.000 kasus. Bayangkan betapa mengerikannya saat itu, dan jujur saya takut. Di sisi lain bencana alam pun tak kalah serunya ya banjir. Banjir bandang yang melanda Kalimantan, kebakaran hutan, badai, dan putting beliung semuanya rasanya begitu kewalahan hadir di hidup manusia.

Sumber Foto https://teks.co.id/kerusakan-lingkungan-hidup/

Sementara itu kasus positif Covid-19 di Indonesia terus saja bertambah dari waktu ke waktu.
Menarik ke belakang sejak pertama kali diumumkan dua pasien mengidap Corona pada 2 Maret 2020 ya 2 tahun lalu, kemudian jumlah pasien positif yang dirawat setelah pengumuman 2 orang terjangkit meningkat pesat mencapai 69 orang dan terus meningkat meningkat dan meningkat.

Jika saya flashback ke belakang lagi, masih ingat pula saat itu pemerintah pada 6 Maret 2020 menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk mematuhi protokol Kesehatan yang merupakan bagian dari sistem penyangga dalam upaya menjaga keselamatan dan kesehatan diri serta lingkungan guna membatasi penyebaran Covid-19. Ingatkah kita? Bahwa kala itu masker juga menjadi barang langka. Menulis ini mata saya berair dan seluruh tubuh saya bergidik.

Memang virus Covid-19 ini cenderung labil, cepat mutasinya dan tidak cukup tahan di luar inang atau segera mati oleh panas matahari. Walau panas matahari tidak menjadi jaminannya. Ada banyak premis yang beredar di luar sana, tapi saya pikir kerusakan bumi ini, pemanasan global, mudah berkembangnya virus tentu saja sedikit banyak disebabkan oleh tingkah manusia yang semakin tidak berakal budi.

Mengutip dari World Health Organization (WHO), United Nations (UN), dan World Wide Fund (WWF) menyatakan bahwa pandemi seperti virus corona merupakan hasil dari kerusakan alam yang dibuat oleh manusia. Perdagangan satwa liar yang ilegal, hewan-hewan ekstrim yang dimakan, hewan yang mestinya tidak dikonsumsi dijadikan dalih sebagai obat yang entah sebenarnya hanya alasan atau memang kerakusan manusia yang semakin menjadi-jadi, hingga kehancuran hutan dan tempat-tempat alam liar lainnya masih menjadi faktor pendorong di balik meningkatnya jumlah penyakit baru yang berpindah dari satwa ke manusia. 

Para pemimpin WHO, UN, dan WWF menyerukan adanya pemulihan lahan hijau yang sehat demi bangkit dari kondisi pandemi Covid-19, terutama dengan mereformasi pertanian yang rusak dan program-program lingkungan yang berkelanjutan. Terutama meningkatkan kesadaran manusia untuk kembali lagi berefleksi dan mencintai alam yang kita tinggali dengan lebih dan lebih.

Tindakan Nyata Untuk Mengurangi dan Menolak

Menjadi Si Bawa Bekal

Hal yang saya biasakan sekarang adalah mengurangi yang dibutuhkan dan menolak yang sekiranya bisa ditolak. Berdisiplin membawa kantong belanja tiap kali datang ke supermarket. Menolak plastik jika ada pilihan kardus saya lebih memilih menggunakan kardus. Selain itu kardus yang disediakan di beberapa supermarket besar langganan saya itu gratis dibanding plastik yang dikenakan tarif Rp200,- perak.

Saya juga termasuk orang yang hobi mengoleksi tempat makan dengan 1 merk. Merk tersebut merk kesayangan emak-emak se-Indonesia nampaknya yang jika lupa dibawa pulang bisa menimbulkan prahara. Namun tidak hanya satu merk itu saja yang saya miliki, asal wadahnya itu bagus dan bisa digunakan dalam waktu lama pasti saya simpan. Bahkan wadah thinwall dari katering juga saya kumpulkan. Walaupun digunakan kedua kalinya tapi asal menyimpan makanan dingin seperti slice fruit, salad, atau snack nyatanya aman-aman saja.

Tukang bubur ayam, bubur kacang hijau, penjual nasi uduk, nasi kuning, selalu senang menyambut wadah makan saya, bahkan kadang porsinya ditambah karena saya bawa tempat dan kantong sendiri. Mantap bukan!

Si Totebag


Saya ingat teman saya Shinta, yang memberi saya kado totebag merah maroon berbahan kanvas untuk saya, senang sekali rasanya karena dia tau saya penyuka totebag, mulai dari totebag event, totebag supermarket, dan totebag souvenir hasil kondangan manten saya kumpulkan. Menjadi pengganti kantung plastik yang bisa saya cuci atau mau berganti tiap hari juga bisa.

Kebiasaan tersebut memang pembiasaan dari kecil membawa bekal makan sendiri dan tas sendiri 

Si Perhitungan

Teman-teman di kantor saya tahu saya ini hobi jajan. Tapi hobi jajan kan harus tetap memperhatikan lingkungan, itu prinsip saya. Kalau saldo di aplikasi pengantar makanan daring saya sedang penuh. Saya biasa memesannya secara daring, eitss tapi ada tapinya demi memikirkan emisi dan berhemat, biasanya saya pilih makanan yang ada di sekitar dengan jarak antara 2-3 Km. Lalu, saya juga tidak memesan di jam padat pesanan. Selain lama, nanti kendaraan driver harus bermacet-macetan, dan ini tentu saja menambah emisi. Kalaupun saldo di aplikasi daring saya menipis saya memilih untuk sejenak keluar kantor, yang bisa saya jangkau dengan berjalan kaki maka saya akan berjalan kaki, tapi kalau harus naik motor, saya pilih sekali lagi yang dekat-dekat saja.

Hemat Listrik Seperti Kata Ibu Saya


Siapa di rumah yang paling bawel soal listrik, pasti Ibu. Ya mungkin banyak yang merasakan ini, demikian juga saya. Ibu saya adalah orang yang paling sering mengingatkan orang-orang di rumah untuk mematikan listrik. Tapi ada benarnya juga, hemat listrik agar pembayaran listrik bulan depan tidak melonjak tapi efek besarnya tentu saja pengurangan emisi. Ya demi  #UntukmuBumiku #TeamUpforImpact Bagi saya si hobi tidur ini, tidur lebih cepat membuat saya lebih bugar setiap harinya apalagi semenjak hamil ini, saya jadi benar-benar “kebo” hobi tidur. Jika memang ada pekerjaan yang bisa saya kerjakan dari pagi ke siang maka saya akan bekerja sepanjang pagi ke siang. Malam saya usahakan untuk tidak terlalu banyak menggunakan listrik dengan begini emisi akibat penggunaan listrik yang tidak diperlukan pun bisa dikurangi. Saya juga selalu dari kecil tidur dengan lampu padam, justru kalau lampu dinyalakan saya tidak bisa tidur.

Mencoba Menanam



Agar tidak keseringan jajan dan mengurangi belanjaan saya mulai menanam di rumah, walaupun masih kecil-kecilan semoga bisa menjadi manfaat yang besar. Saya menanam cabai, bunga-bunga, strawberry, menanam kembali akar daun bawang yang tersisa di dapur, dan menanam telang

Saya yakin langkah kecil saya bisa membawa dampak perubahan yang besar bagi bumi, apalagi bulan april ini kita diiingatkan kembali mengenai hari bumi. Bumi tempat kita tinggal dan hidup. Siapa yang menjaganya kalau bukan kita. Dari Pandemi Kita Belajar bahwa inilah waktu paling mulia untuk kembali mencintai bumi.  #UntukmuBumiku #TeamUpforImpact

 

0 comments